Translate
Redaksi Tabuka News | 01 March 2023Polda Papua Hentikan Penyelidikan Kasus Helikopter dan Pesawat, Ternyata Pelapornya adalah JU

Timika, Tabukanews.com – Penyelidikan kasus dugaan penyelewengan pembelian pesawat dan helikopter milik Pemda Mimika telah dihentikan Polda Papua, per tanggal 28 Februari 2023 kemarin.
Penghentian itu berdasar Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) Nomor: SPPP/19/II/RES.1.11/2023 yang dikeluarkan oleh Penyidik Polda Papua.
SP3 tersebut dikeluarkan atas pertimbangan bahwa setelah dilakukan gelar perkara pada tanggal 24 Januari 2023 dan 23 Februari 2023 dengan kesimpulan tidak ditemukan adanya peristiwa pidana.
Dari surat itu diketahui bahwa ternyata pelapor pengaduan kasus sebenarnya yang telah tuntas diperiksa KPK itu dilakukan oleh mantan Sekda sekaligus Kepala Dinas Pendidikan Mimika, Jeny O Usmani pada tanggal 19 Agustus 2022. JU juga merupakan tersangka kasus korupsi dana Otsus Sentra Pendidikan Mimika.
Dalam surat tersebut menyatakan agar para penyidik untuk melakukan penghentian penyelidikan peristiwa dugaan 3P sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP, pasal 372 KUHP, dan pasal 362 KUHP atas nama terlapor karena tidak ditemukan adanya peristiwa pidana atau bukan merupakan perbuatan tindak pidana.
Polda Papua secara resmi telah menghentikan penyelidikan pembelian pesawat dan helikopter milik Pemda Mimika dengan dugaan penipuan, penggelapan, dan pencurian (3P) yang dituduhkan kepada Johannes Rettob dan Silvi Herawati.
Surat penghentian penyidikan tersebut dikeluarkan atas dasar surat ketetapan nomor S. TAP/18/IX/RES.1.9/2022/Ditreskrimum tentang penghentian penyelidikan yang dikeluarkan tanggal 28 Februari 2023.
Dalam surat ketetapan tersebut memutuskan menghentikan penyelidikan atas nama terlapor terhitung sejak ditandatangani surat ketetapan tersebut, karena tidak ditemukan adanya peristiwa pidana atau bukan merupakan perbuatan tindak pidana.
Selanjutnya memberitahukan penghentian penyelidikan kepada pihak-pihak lain yang terkait dan surat ketetapan tersebut berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Menanggapi itu, kuasa hukum Johannes Rettob dan Silvy Herawaty yaitu Marvey Dangeubun SH mengatakan, pihaknya mengapresiasi kinerja penyidik Polda Papua yang menangani kasus ini dengan sangat profesional, independen, dan jauh dari kesan hingar bingar.
“Ini tentu berbeda dengan Kejati Papua yang sejak awal penanganan kasus yang sama sulit untuk lepas dari dugaan adanya intervensi berbagai kepentingan. Surat SP3 ini adalah preseden yang sangat baik di tengah banyaknya pertanyaan publik yang diarahkan kepada Kejati Papua,” katanya.
Sementara Hyero Ladoangin Kiaruma yang juga pengacara terlapor menambahkan, jika Penyidik Polda saja menghentikan penyidikan karena kasus yang dilaporkan bukan merupakan tindak pidana, mengapa Kejati Papua lanjut terus dengan penetapan tersangka atas dasar angka kerugian keuangan negara yang tidak masuk akal.
“Bagaimana mungkin kasus yang sama ditangani oleh dua institusi penegak hukum dalam waktu yang sama tetapi hasilnya saling bertolak belakang,” tuturnya.
Ia menegaskan, hukum itu harus predictable, dapat diprediksi karena memang sudah tertulis.
Penanganan kasus ini oleh Penyidik Polda Papua sudah memenuhi prinsip predictable, sedangkan Kejati Papua kelihatannya sedang berakrobat sehingga tidak dapat diprediksi dengan angka kerugian keuangan negara sebesar Rp. 43 miliar yang melawan logika publik.
“Kejati Papua seharusnya sadar bahwa proses penegakan hukum yang serampangan pada akhirnya mendegradasi marwah institusi ke titik yang paling rendah,” tandasnya.(dzy)