Redaksi Tabuka News | 27 February 2023

LSM Kampak Papua Sinyalir Jaksa-jaksa Nakal di Kejati Papua Manfaatkan Kasus Korupsi sebagai Lahan Politik, Rumkorem Minta Kejagung RI Periksa!

LSM Kampak Papua Sinyalir Jaksa-jaksa Nakal di Kejati Papua Manfaatkan Kasus Korupsi sebagai Lahan Politik, Rumkorem Minta Kejagung RI Periksa!

 

Timika, Tabukanews.com – Sekjen LSM Kampak Papua, Johan Rumkorem, menilai Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua tebang pilih dalam penyelesaian sejumlah kasus korupsi.

“Terkesan buruk Aparat Penegak Hukum di Papua, terutama Kejaksaan Tinggi papua. Saya menilai banyak kasus korupsi yang mengendap dalam tubuh Kejati Papua. Kami menilai dalam tubuh kejaksaan ada dua kubu. Kalau sudah ada dua kubu, bagimana proses penanganan korupsi di Papua berjalan efektif dan transparan?” ujarnya kepada media, Minggu (26/02/2023).

Johan membeberkan, ada beberapa kasus di Papua yang belum diselesaikan oleh Kejati Papua, di antaranya, Dana Otsus di Dinas Pendidikan Propinsi Papua sampai saat ini masih tersimpan rapih di meja Kejati Papua. “Nilainya cukup besar, 4 milyar rupiah. Diduga mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom, Ronny Situmorang, diduga menyelewengkan dana Covid sebesar 69 milyar. Kasus tersebut ditangani oleh Kejati Papua namun sampai saat ini belum tuntas,” ungkapnya.

“Yang anehnya, mantan kadis kesehatan Kerom pernah diperiksa oleh Kejati Papua tapi kok malah Kajati Papua, Nikolaus Kondomo, mengangkat yang bersangkutan sebagai asistennya di Provinsi Papua Pegunungan Tengah? Ini ‘kan aneh!”

“Makanya kami menduga Kejaksaan Tinggi Papua ini hanya memanfaatkan laporan- masyarakat sebagai lahan,” tambahnya.

Selain itu, kata Johan, di Kabupaten Mimika ada juga kasus korupsi yang hingga kini mandeg. “Demikian juga dengan mantan Kadis Pendidikan Timika yaitu Jenny Usmani. Lebih parah lagi dana Otsus sentral pendidikan di Timika yang merugikan keuangan negara senilai 1.6 milyar rupiah.

“Kasus ini diselidiki oleh Polda Papua sejak tahun 2019, hingga menetapkan JU sebagai tersangka, dan berkas tersangkanya sudah di P19 dan diserahkan ke Jaksa di Kejaksaan Tinggi Papua tetapi sampai saat ini pihak Kejati sendiri tidak mengeluarkan P21-nya,” sindirnya. 

Ia juga merasa heran dengan penanganan kasus dugaan Korupsi Sentra Pendidikan Mimika, yang memakai dua landasan yang berlainan.

“Yang parah lagi, pihak Kejati Papua tidak menghormati hasil penyidikan dari Polda Papua yang menggunakan BPKP sebagai lembaga auditor negara yang memiliki kewenangan untuk menghitung kerugian negaranya. Malah pihak Kejaksaan Tinggi Papua menggunakan hasil inspektorat sebagai acuan untuk menghitung kerugian negaranya. Ini ‘kan modus yang paling aneh di Republik ini,” bebernya.

“Kalau sudah seperti ini, kami menduga pemerintah dalam hal ini kepala inspektorat dan mantan kadis pendidikan JU, bekerja sama dengan oknum-oknum jaksa di Kejaksaan Tinggi Papua supaya kasus tersebut di-SP3-kan,” sebutnya.

Lagi katanya, akibat penyelewengan dana itu, dunia pendidikan di Mimika menjadi korban. Ia mempertanyakan kenapa kasus korupsi itu dilindungi APH di Kejati Papua.

“Ini pekerjaan yang paling bobrok kalau kita melihat gaya penanganannya. Para guru di Timika selama ini dizolimi oleh mantan kadis pendidikan JU. Menghancurkan dunia pendidikan di Timika. Kenapa Kejati Papua mau ikut melindungi mantan kadis pendidikan JU, yang benar-benar korupsi dana Otsus?” Tanya tegas Johan.

Lagi kata Johan,pihaknya melihat dalam tubuh Kejaksaan Tinggi Papua sudah bekerja di luar SOP-nya. “Makanya kami menduga lembaga tersebut sudah sarat kepentingan politik,”

“Faktanya, kasus-kasus korupsi yang sudah diperiksa oleh Kejaksaan Tinggi Papua malah didiamkan, tetapi kasus pengadaan pesawat di Timika, itu yang diproses duluan hingga ditetapkan tersangkanya,”

“Padahal kasus tersebut baru saja diperiksa sejak tahun 2022, sedangkan kasus korupsi seperti dana Otsus di Dinas Pendidikan Provinsi Papua, Dana Covid di Kerom, Bupati Waropen, Dana Otsus Sentral Pendidikan Timika, Bupati Bovendigul, dan kasus korupsi yang lainnya belum dituntaskan. Tapi malam Plt. Bupati Timika yang ditetapkan sebagai tersangka,” bebernya keheranan.

Sekjen LSM Kampak Papua itu mendukung jalannya pemberantasan korupsi yang professional tanpa ditunggangi pihak tertentu atau sponsor. Penanganan hukum harus jujur dan adil, bukan dijadikan lahan bisnis apalagi jelang tahun Pemilu 2024 depan.

“Pada prinsipnya kami mendukung penuh negara untuk memberantas korupsi di Papua. Tetapi Kejati Papua dan jaksa - jaksanya harus bekerja profesional! Jangan manfaatkan lembaga itu sebagai alat politik. Jangan ada pesan sponsor sehingga memilah milah kasus. Contohnya, kasus pesawat di Timika yang baru saja diperiksa tahun 2022 malah cepat sekali. Makanya kami curiga, jangan-jangan diberikan tip supaya diproses secepatnya,” selorohnya.

“Kalau kasus korupsi sudah dijadikan sebagai lahan politik, ujung-ujungnya masyarakat jadi korban. Akhirnya demo sana-sini, anarkis sana-sini. Padahal biang keroknya adalah APH yang tidak cermat melihat kondisi di lapangan,” tambahnya lagi.

Johan Rumkorem, sebagai anak adat asli Papua mewanti agar APH bekerja jujur di atas tanah ini, sehingga dijauhkan dari segala hal buruk.

“Jadi sebagai anak adat asli Papua yang bersuara demi keadilan dan kebenaran dalam hal penegakkan hukum di Papua, kami meminta dengan tegas, agar para APH jangan manfaatkan korupsi sebagai lahan, ingat masa depan anak cucu,”

“Karena kalau kalian tidak kerja jujur membela keadilan dan kebenaran, nanti masa depan keluarganya lebih hancur lagi. Tanah Papua adalah tanah yang diberkati oleh Tuhan. Jadi, kalian harus kerja jujur,” tandas Johan dengan suara lantang.(dzy)