Translate

Redaksi Tabuka News | 16 September 2024

Dugaan Ketidaktertiban Dana Padat Karya di Distrik Wania, Dua Kepala Kampung Minta Transparansi dan Kepemimpinan Kompeten

Dugaan Ketidaktertiban Dana Padat Karya di Distrik Wania, Dua Kepala Kampung Minta Transparansi dan Kepemimpinan Kompeten


TIMIKA, TabukaNews.com - Dua Kepala Kampung di Distrik Wania, Norman Ditubun dari Kampung Nawarpi dan Edyson Rafra dari Kampung Mawokauw Jaya, menyampaikan keprihatinan mereka terkait ketidaktertiban dalam penyaluran Dana Padat Karya tahun 2024. Dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu (15/09/2024), mereka mengangkat isu ketidakjelasan proses pencairan dana yang dinilai tidak transparan dan mengarah pada dugaan ketidakberesan, termasuk potensi pungutan tidak resmi.

Norman Ditubun menjelaskan bahwa meskipun program padat karya bertujuan meningkatkan pembangunan di kampung-kampung, pelaksanaannya penuh dengan kendala. "Saya mendengar dari beberapa rekan bahwa ada ketidakberesan dalam pencairan dana ini. Bahkan, beberapa orang mengatakan bahwa ada yang meminta 'bagian' dalam proses tersebut," ujar Norman.

Ia menambahkan bahwa keterlambatan alokasi dana memaksa pemerintah kampung untuk mencari pinjaman dari pihak luar demi melaksanakan proyek. Hal ini sangat membebani, karena dana tersebut seharusnya langsung digunakan untuk pembangunan. "Program padat karya ini sebenarnya sangat baik, tapi pengelolaannya tidak tertib. Kami terpaksa berhutang, dan jika pengembalian tidak tepat waktu, kami bisa dianggap menipu masyarakat," lanjutnya.

Kampung Nawarpi, yang dipimpin oleh Norman, bahkan sudah memulai pekerjaan padat karya meskipun dana belum cair, dan terpaksa meminjam uang dari luar. "Saya berharap dana ini segera dicairkan, atau setidaknya diberikan uang muka agar kami tidak perlu meminjam dana dari luar," tegasnya.

Edyson Rafra, Kepala Kampung Mawokauw Jaya, juga mengungkapkan pengalaman serupa. Kampungnya telah menerima alokasi dana sebesar Rp140.000.000,- untuk program padat karya, namun pencairannya ditunda, dan mereka diminta untuk meminjam uang terlebih dahulu. "Kami sudah meminjam dana, tapi jika pembayaran terlambat, bunga dari pinjaman ini akan terus bertambah. Ini sangat memberatkan," ujar Edyson.

Edyson juga menambahkan bahwa keterlambatan pencairan dana dipengaruhi oleh masalah internal di tingkat pemerintahan, termasuk konflik terkait pergantian beberapa ketua RT. "Ada permintaan dari pihak tertentu untuk mengaktifkan kembali ketua RT yang sudah diberhentikan, padahal ketua RT baru sudah mulai bekerja. Ini juga memperlambat pencairan dana," jelasnya.

Tiga program utama padat karya di Kampung Mawokauw Jaya, yaitu penimbunan jalan lingkungan, pembersihan drainase, dan pembersihan jalan umum, sudah dimulai meskipun dananya belum cair. Ini memaksa pemerintah kampung untuk terus berutang, yang menurut Edyson sangat mengkhawatirkan. "Kami berharap pemerintah sadar akan beban utang yang harus kami tanggung," katanya.

Edyson juga menambahkan bahwa beberapa kampung terpaksa menggunakan sebagian dana desa yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur guna menutupi kebutuhan padat karya. "Jika dana ini tidak segera cair, pembangunan di kampung akan terganggu," tambahnya.

Norman dan Edyson berharap agar Bupati segera mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah ini. Mereka juga meminta agar pemimpin yang ditunjuk di tingkat distrik memiliki kemampuan dan pemahaman mendalam tentang tata kelola pemerintahan. "Rata-rata kepala kampung bukan sarjana, jadi kami butuh pemimpin yang cerdas dan mampu membimbing kami. Kalau pemimpinnya tidak kompeten, bagaimana kami bisa belajar?" ujar Norman.

Kedua kepala kampung ini mendesak agar pemerintah daerah segera mengambil tindakan tegas, menjamin transparansi penuh dalam pengelolaan dana, dan menempatkan pemimpin yang berkompeten di lingkungan pemerintahan, demi kelancaran pembangunan tanpa kendala birokrasi yang membebani. (EWR)