Translate

Redaksi Tabuka News | 22 July 2025

Keuskupan Timika Soraki Konflik di Papua Yang Mengorbankan Warga Sipil

Keuskupan Timika Soraki Konflik di Papua Yang Mengorbankan Warga Sipil

TIMIKA,TabukaNews.com - Situasi Kemanusiaan di daerah konflik yang ada di wilayah pegunungan Papua kini sangat memprihatinkan yang membuat Keuskupan Timika angkat bicara.

Uskup Keuskupan Timika, Mgr. Bernardus Bofitwos Baru, OSA didampingi Ketua Sekretariat Kedamaian dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Timika, Saul Wanimbo menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi kemanusiaan semakin hari semakin memburuk di Tanah Papua akibat konflik bersenjata antara aparat keamanan negara dan pejuang Papua merdeka di sejumlah wilayah di Tanah Papua.

Keuskupan Timika menilai ekskalasi konflik bersenjata yang semakin meningkat, terus mengancam kehidupan masyarakat sipil di Tanah Papua, khususnya di Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Puncak Papua, Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai dan Deiyai.

Perang antara TNI-POLRI melawan TPNPB-OPM ini, sudah cukup lama dan banyak memakan korban jiwa, bukan saja pada pihak berkonflik tetapi juga pada warga sipil.

Meningkatnya ekskalasi konflik ditengah kehidupan masyarakat akan semakin membuat warga sipil semakin terperangkap dan tidak dapat melakukan aktivitas.

Konflik tersebut menyebabkan ribuan warga sipil ketakutan dan lari meninggalkan rumah, kebun, ternak piaraan dan pekerjaan sehari-hari, meninggalkan kampung lahamannya mencari tempat aman untuk mengungsi. 

Hingga hari ini banyak warga sipil mengungsi meninggalkan kampung halaman, baik mengungsi di dalam Kabupaten konflik sendiri maupun mengungsi ke Kabupaten-Kabupaten tentangga yang dirasa lebih aman.

"Menurut informasi dan data yang kami terima, para pengungsi di Kabupaten Puncak Papua sebanyak 4.469 jiwa dan tersebar di beberapa distrik, yakni Gome, Gome Utara, Ilaga, Omukia, Oneri, Pogoma, Sinak dan Distrik Yugumoak," kata Ketua SKP Keuskupan Timika dalam konferensi pers yang berlangsung di Kantor Keuskupan Timika, Jalan Cenderawsih, Kota Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Selasa (22/7/2025).

Sedangkan, lanjutnya pengungsi di Kabupaten Intan Jaya sebanyak 1.231 jiwa tersebar di Kampung Sugapa Lama, Desa Hitadipa, Kampung Janamba, Desa Sanaba, Kampung Jalinggapa dan Kampung Titigi.

Dampak dari konflik ini ada sekitar 216 anak di Kabupaten Puncak Papua tidak memiliki akses pendidikan, 109 anak tingkat Sekolah Dasar (SD) dan 107 anak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). 

Kata Ketua SKP, jumlah ini belum termasuk pengungsi yang telah keluar dari Kabupaten konflik ke kabupaten lain yang dianggap lebih aman, seperti Nabire dan Timika.

Gereja juga menyoroti pasukan TNI-POLRI yang terus dikirim ke daerah-daerah konflik tersebut, membuka pos-pos baru di tengah pemukiman warga dapat menimbulkan teror dan trauma mendalam bagi warga sipil.

Dengan kondisi itu, Gereja melihat selain isu politik Papua Merdeka, isu investasi juga menjadi latar belakang konflik yang berkepanjangan hingga saat ini. 

Situasi ini akan berdampak lebih luas, seperti pada lingkungan hidup karena hampir pasti terjadi pembabat hutan, rusaknya ekosistem dan menambah buruknya iklim dan lebih lagi karena, masyarakat pemilik hak ulayat akan kehilangan banyak hak mereka terutama hak hidup.

Menyikapi situasi itu Gereja Katolik Keuskupan Timika yang berpastoral di wilayah yang berkonflik dan terdapat banyaknya pengungsi, mendorong kepada Negara dan pihak TPNPB-OPM yang mengangkat senjata, untuk segera melakukan jeda kemanusiaan, meletakkan senjata, menciptakan zona tanpa perang demi adanya pertolongan kemanusiaan bagi masyarakat sipil yang mengungsi di berbagai tempat. 

Gereja mendorong agar Negara menjamin perlindungan hak-hak dasar masyarakat sipil, khususnya para pengungsi akibat konflik, sesuai dengan amanat konstitusi dan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Gereja meminta kepada Keamanan dan TPNPB-OPM, agar hentikan pertikaian di perkampungan warga atau dekat dengan pemukiman warga sipil dan menjamin perlindungannya sesuai dengan hukum Humaniter Internasional dan UU TNI/Polri, yakni UU TNI No.34 Tahun 2004 dan UU Polri No.2 Tahun 2002.

Kepada keamanan agar menghentikan kebijakan militeristik terhadap warga sipil di kamp pengungsian, termasuk pelarangan berkebun dan wajib lapor yang mengekang kebebasan para pengungsi. Karena kebijakan seperti ini mengancam ketahanan pangan dan keberlangsungan hidup para pengungsi yang hari ini hidup penuh keterbatasan sandang-pangan. 

Agar Negara segera melakukan jeda investasi di seluruh Tanah Papua, meninjau kembali proses-proses dengan mayarakat pemilik hak ulayat, meninjau kembali semua izin-izin eksploitasi sumber daya alam yang telah dikeluarkan kepada investor yang berpotensi merusak alam dan menghancurkan sumber penghidupan masyarakat pribumi Papua.

Kepada Pemerintah Pusat, Provinsi dan daerah, agar sungguh-sungguh hadir dan menjalankan fungsi pelayanan public secara maksimal kepada semua warga masyarakat dan secara khusus kepada para pengungsi, termasuk penyediaan bantuan kemanusiaan dan pemulihan social.

Kepada Pemerintah dari Pusat sampai daerah, pihak TPNPB-OPM, pihak TNI-POLRI, agar bersama-sama berupaya mencari pendekatan penyelesaian konflik yang lebih beradab, lebih bermartabat, lebih manusiawi dan kepada semua pihak harus bersedia berdialog secara politik melalui mediasi pihak ketiga yang netral.

"Kami Gereja Katolik Keuskupan Timika percaya, bahwa dengan kemauan baik dari Negara dan dari semua pihak terkait, situasi kemanusiaan di Tanah Papua terus memburuk. Ini secara khusus di Intan Jaya dan Puncak Papua dapat dipulihkan. Dan semoga Tuhan Yang Maha Esa membantu dan memberkati upaya-upaya kita bersama ke depan," tuturnya. (Redaksi)